Rabu, 18 Januari 2018
Siang ini kami bersantai di ruang tengah sambil menikmati santap siang berupa soto ayam dan ceker. Suasana cukup hangat ditemani teriknya matahari di luar rumah.
Umi, sabun dan shamponya sudah habis. Kata Indy mengingatkan. Kapan mau beli ya mi? Saya jawab akan membeli setelah anak-anak berangkat mengaji.
Berlanjut pada obrolan mengenai tugas rutin keseharian. Umi, dulu waktu kecil pernah apa nggak gendong adik? Hehe.. saya pun mengingat ingat saat kecil dulu apa pernah gendong adik? Jarak usia saya empat setengah tahun dengan adik. Dan.. tak dapat saya ingat momen menggendong adik. Yang saya ingat adalah momen menyisiri rambut adik dan bermain bersama teman-teman. Saya juga ingat saat saat menunggui ibu masak dan sesekali membantunya sesuai dengan apa yang menarik buat saya bantu. Memori saya lebih banyak teringat saat-saat bermain dan membantu ibu belanja di warung.
Ilmu menggendong dan merawat bayi saya dapatkan sejak duduk di bangku SMP. Saya ikut ekskul PMR dan sangat memaknai semua keterampilan yang dipelajari. Mulai dari mengurus diri sendiri, mengurus bayi, P3K hingga P3B.
Sambil tersenyum saya pun menjawab pertanyaan Indy. Sepertinya dulu umi jarang menggendong adik. Sampai tak ada yang umi ingat dari peristiwa itu. Indy pun tertawa. Ia pun melanjutkan pertanyaan. Apa umi dulu membantu Mbah bersih bersih rumah? Saya jawab iya. Tapi cuma sebentar. Karena bude Tik sangat rajin membersihkan rumah, ia menghabiskan waktu lama untuk urusan ini. Umi baru melanjutkan sekitar setahun atau dua tahun. Selanjutnya adiknya umi yang bertugas. Dan itu berlanjut sampai masing-masing menikah.
Loh, apa umi gak diroling tugas waktu kecil sama mbah? tanya Indy. Iya rollingnya dalam jangka waktu yang lama. Bertahun tahun. Haha.. kami semua tertawa. Lalu tugas anak laki-lakinya apa? Oh, kalau pamanmu itu juga kebagian tugas mencuci piring dan bantu memasak. Sama seperti Abang, sejak kecil ia pandai memasak telur dengan model yang variatif. Pamanmu juga hobi beternak ayam, bebek dan juga bekerja sambilan menjual kardus bekas, logam, menjadi penjaga bola di lapangan tenis dekat rumah. Nanti dapat bonus uang, ia kumpulkan di celengan bambu di rumah. Walaupun kakekmu berkecukupan harta, namun tak melarang anak laki lakinya belajar bekerja.
Umi kok mainan terus. Om kok banyak kerjaannya. Waktu sekolah, dapat ranking apa nggak? Hehe.. dapat ranking juga nak. Kalau malam habis ngaji, semua anak belajar. Malah saking asiknya bisa sampai tengah malam. Waktu bermain dengan teman-teman juga sambil belajar. Kami mainnya masak masakan dan guru guruan. Selain itu main lompat tali, bekel, Galo, dengkleng dan mainan tradisional anak lainnya. Semua anak ikut bermain. Laki-laki dan perempuan. Oh iya, waktu itu umi punya teman. Ia perempuan tapi tingkahnya persis laki-laki. Ia jago main kelereng. Umi sendiri gak pernah bisa main kelereng. Karena selalu bergaul dengan laki-laki maka sifat keibuannya mulai berkurang. Hingga dewasa ia pun dipanggil dengan sebutan ... Banci. Kasihan sekali. Seharusnya ia bisa berubah feminim. Sayangnya orang-orang sudah mengecapnya sebagai banci.
Demikianlah obrolan kami seputar cerita kecil saya. Ternyata banyak sekali aktivitas yang saya lakukan di masa kecil. Sangat menyenangkan. Dari cerita itu, anak-anak semakin mengerti akan peran keibuan dan peran keayahan.
#Tantangan10Hari
#Level11
#KuliahBunSayIIP
#MembangkitkanFitrahSeksualitasAnak
#Tantangan10Hari
#Level11
#KuliahBunSayIIP
#MembangkitkanFitrahSeksualitasAnak
0 Komentar