Ahad, 21 Oktober 2018

Buku pendukung tulisan
Sumber: Dokumentasi pribadi

Berbicara tentang uang tentu bukan sesuatu yang asing. Uang bahkan menjadi salah satu tema pelajaran di sekolah. Bahkan banyak sekolah yang telah mengadakan aktivitas pengenalan uang sejak dini pada siswanya. Mulai dari bazar kelas, market day hingga program koperasi sekolah. Antusias siswa yang begitu besar pada kegiatan ini menunjukkan bahwa sejatinya pelajaran finansial menjadi hal yang menarik untuk dipelajari.

Banyak ahli keuangan dan pengusaha yang membagikan konsep ilmunya tentang uang, kaya dan miskin. Semua punya sudut pandang tersendiri tergantung apa yang ingin dikejar.

Rasulullah sendiri adalah seorang pengusaha muda yang cerdas dan kaya raya. Lihai dalam mengambil keputusan, pikirannya tajam, jujur, ramah dan selalu memperhatikan orang lain. Nabi memanfaatkan setiap waktu senggang saat berdagang untuk menyendiri dan berfikir. Namun begitu sikap hidupnyalah yang membuatnya sederhana hingga jarang dikatakan sebagai seorang nabi yang kaya raya. Nabi membangun aset, bukan liabilitas. Nabi benar-benar memahami bahwa rumah mewah, pakaian gemerlap, makanan enak dan mahal adalah kelompok liabilitas.

Jika ada yang meminta, Rasulullah tidak pernah menolaknya. Walaupun sedang tidak berharta, beliau pinjam untuk berderma. Beliau adalah seseorang yang sangat dermawan.

Nabi kaya dulu kemudian bersikap sederhana. Begitu pula dengan sembilan sahabat lainnya. Hanya satu sahabat nabi yang termasuk miskin harta. Dia adalah Bilal bin Rabbah. Selama hidupnya nabi hanya pernah miskin selama tiga tahun.

Perlu bukti bahwa Rasulullah adalah pemuda yang kaya raya? Cobalah menghitung jumlah mahar yang beliau berikan pada Siti Khadijah.. tentu 100 ekor unta adalah mahar yang sangat besar nilainya. Rasul zuhud dan bermental kaya. Lalu inginkah kita mencontoh sikap beliau?

Rumah sebagai sekolah pertama dan utama memberikan banyak kesempatan pada kita untuk belajar mengenal konsep uang, melejitkan kecerdasan finansial sejak dini. Namun bagaimana mungkin dapat terlaksana bila orangtua sendiri belum memiliki kecerdasan tersebut. Maka dalam banyak kesempatan, kami mengajak anak-anak untuk belajar bersama memahami bagaimana rezeki Allah sampai ada di tangan kami, untuk apa dan bagaimana cara mengelolanya.

Pengertian Intelegensi Finansial
Sumber:  Robert T. Kiyosaki "Rich Dad, Poor Dad"

Memulai
pelajaran ini dengan hal yang paling sederhana yaitu berbagi. Ketika rezeki tiba, maka kami tak akan menahannya untuk dinikmati sendiri.

Pelajaran kedua adalah tidak meminta selain kepada Allah dan tidak mudah menerima pemberian orang lain. Walaupun memang tak boleh menolak rezeki, namun kami belajar untuk bijaksana dalam hal ini. Menerima hanya yang dibutuhkan dan urgent, bukan meminta. Sekalipun itu datangnya dari keluarga atau saudara terdekat prinsip ini tetap berlaku. Dengan cara yang sopan dan baik insyaAllah tak akan menyakiti hati siapapun.

Pelajaran ketiga adalah mengetahui bagaimana caranya agar layak menerima rezeki dari Allah. Yaitu ikhtiar dengan jalan yang halal 4B (berdoa, bekerja, bersabar dan bersyukur)

Pelajaran keempat adalah belajar memahami dan mengambil hikmah mengapa rezeki Allah itu ada di tangan kita. (Allah amanahkan karena kita dianggap mampu mengelolanya dan mampu menyampaikan hak orang lain yang ada dalam rezeki itu)

Pelajaran kelima adalah belajar mengelola rezeki yang Allah berikan dalam hal ini adalah rezeki uang dan harta benda. Setelah melalui beberapa tahapan pengenalan rezeki, maka tibalah saatnya belajar mematuhi aturan pertama dalam membuat arus kas atau cash flow.

Aturannya adalah Memahami perbedaan aset dan liabilitas/kewajiban. Mengenalkan hal ini pada anak-anak cukup dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Aset adalah sesuatu yang memasukkan uang ke dalam saku kita.
Liabilitas adalah sesuatu yang mengeluarkan uang dari saku kita. Semakin banyak aset, maka kas semakin banyak, artinya beruntung, kaya. Semakin banyak liabilitas maka pengeluaran semakin besar, kas berkurang artinya merugi, miskin.

Kecerdasan Finansial yang penting untuk ditumbuhkan
Sumber: Robert T. Kiyosaki "Rich Dad, Poor Dad"

Lalu bagaimana dengan berzakat, infaq dan shodaqoh? Bukankah itu menyebabkan keluarnya uang dari saku kita? Apakah itu termasuk liabilitas? Pertanyaan cerdas dari seorang anak ketika ia mencoba untuk memahami konsep aset dan liabilitas.

Kemudian kami pun membuka kembali bab Zakat Infaq dan Shodaqoh dalam kitab Fiqih. Ada banyak penjelasan mengenai hal ini. Salah satunya adalah seperti yang Allah sampaikan dalam surat Al Baqarah ayat 261:
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. ALLAH melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah meluaskan (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." Dari sini maka ZIS kami masukkan ke dalam kelompok aset.

Belajar menghabiskan uang:

Setelah memperoleh penghasilan dari hasil usaha, maka saatnya membeli aset 2,5% sebagai ZIS. Biasanya zakat dikeluarkan setelah setahun. Infaq dan shodaqoh dikeluarkan setiap Jum'at dan setiap saat diperlukan. Untuk anak-anak kami, dilakukan setiap hari. Mereka tak pernah membawa sangu ke sekolah. Hanya membawa uang untuk infaq saja. Kecuali ada keperluan yang lain. Misal membayar buku atau admistrasi sekolah lainnya.
Sejak kecil anak-anak terbiasa membawa bekal air putih dan sesekali membawa bekal nasi atau kue sesuai keinginannya.

Tidak membawa bekal uang ke sekolah bukan berarti mereka tidak belajar mengelola uang sendiri. Bisa dibayangkan apabila lima anak kami membawa bekal setiap hari ke sekolah dan tempat mengaji, maka dalam sehari berapa budget yang dikeluarkan untuk itu? Kemudian dikalikan hari efektif sekolah dan mengaji, maka dalam sebulan ada berapa budget untuk sangu sekolah?

Anak-anak belajar mengelola uang dari rumah. Ada sejumlah uang yang bisa mereka kelola untuk berinvestasi. Mereka bebas menentukan apa yang ingin dilakukan dengan uang tersebut. Sumber uangnya adalah dari orang tua dan dari usaha-usaha kecil mereka.
Beberapa usaha melatih kecerdasan finansial yang sudah mereka lakukan:
1. Jualan alat tulis (Modal pinjam di toko abinya)
2. Jualan ikan hias (modal dari hasil keuntungan alat tulis)

Sumber: Dokumentasi pribadi
(Aktivitas menjual ikan, menumbuhkan kecerdasan finansial)

3. Jualan amplop angpao
4. Jualan kebab-maryam Frozen titip di toko (modal dari keuntungan jualan 1,2)
5. Jualan topi kertas (buat dari kertas daur ulang)
6. Jualan akuarium (modal patungan dengan teman-teman)
7. Investasi bebek dan ayam di kelas lima MI (modal dari hasil jualan 3)
Si kembar Ulwan dan Faiq sudah mengenal investasi seperti ini dari belajar otodidak. Seorang temannya yang minim modal diajak bekerjasama. Mereka berdua menginvestasikan uangnya untuk membeli ayam dan bebek. Kemudian temannya yang memelihara. Hingga usia tertentu, ayam dan bebek dijual. Keuntungan mereka bagi bertiga.
8. Investasi kambing di kelas empat MI (modal dari uang khitanan)
Mereka bekerja sama dengan paman sepupunya. Anak-anak yang membeli kambing. Paman yang memelihara. Prinsip Investasi ini adalah untung dan rugi ditanggung bersama. Pernah beberapa kali baby kambingnya mati. Maka kerugian ditanggung bersama. Begitu pula saat kambing cukup dijual, maka hasil penjualan dibagi dua. Dengan memelihara ternak, mereka juga belajar mengeluarkan zakat binatang ternak.

Beberapa kali merubah jenis dagangan sebagai pengalaman yang baik untuk mengenal musim. Rasulullah berhasil dalam berdagang juga dengan memperhatikan musim. Jadi menjual barang sesuai kebutuhan saat itu.

Sumber: Dokumentasi pribadi
(Memelihara ternak, cerdas finansial, menumbuhkan fitrah kasih sayang dan kepemimpinan)

Sumber: Dokumentasi pribadi
(Peternakan kambing sebagai salah satu bentuk aset)

Berjualan masih berjalan hingga saat ini. Investasi kambing pun terus mendatangkan hasil. Awalnya 3ekor, kini (setelah dua tahun) sudah berkembang menjadi 21 ekor selain yang sudah dijual. Rencana ke depan, akan meningkat pada investasi sapi. Untuk kebutuhan pakan, mereka tak mengeluarkan biaya. Karena sudah tercukupi dari hasil penjualan kambing. Investasi menggunakan sistem bagi hasil. Dengan nisbah keuntungan 50:50. Di bawah ini adalah salah satu contoh laporan usaha salah satu anak pada bulan September

Contoh Cash flow anak
 Sumber: Dokumentasi pribadi

Anak-anak kami memang terlihat tak beruang. Karena memang tak pernah membawa uang. Uang hasil jualan bergerak terus. Habis beli, habis beli. Untuk urusan makanan, kami lebih suka membuat sendiri di rumah. Dan hanya sesekali membeli makanan di luar.

Anak-anak akan mudah memahami mana aset dan liabilitas tentunya dengan pengalaman.
Orang kaya akan membeli aset, orang menengah akan membeli liabilitas yang mereka kira itu adalah aset, dan orang miskin penuh dengan pengeluaran.


Cashflow Tiga Golongan Masyarakat
Sumber: Robert T. Kiyosaki "Rich Dad, Poor Dad"

Dan yang paling penting adalah memiliki mental kaya sebelum menjadi kaya. Beridealismelah dalam hal ini.
Lebih baik tangan di atas daripada tangan di bawah. 
Lebih baik memberi daripada meminta. Lebih baik merasakan sakit untuk menjadi kuat daripada merasakan nikmat untuk menjadi lemah.
Wallahu a'lam..


Referensi:

Berry Halfino dan Rohmat Kurnia, Dermawan seperti Rasulullah, Bandung: Sygma Creative Media Corp., 2017

Wardhana Eka & Tim Syaamil Books, Muhammad Teladanku, Masa Muda: Syaamil Books, 2017

https://kumparan.com/beritabojonegoro/opini-orang-bertaqwa-harus-kaya

Rasyid Sulaiman Haji, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo,  2010

T.Kiyosaki Robert, Rich Dad, Poor Dad: Apa yang Diajarkan Orang Kaya pada Anak-Anak Mereka tentang Uang--yang Tidak Diajarkan oleh Orang Miskin dan Kelas Menengah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003

#BunSayKordiBatch#3
#InstitutIbuProfesional
#CerdasFinansialSejakDini